Seikat Rambutan dan Sebuah Padasan Tua

Kawan, hidup terus berjalan. Apa yang telah berlalu mungkin tak akan kita temui lagi esok hari. Ada orang-orang yang bersama kita dalam waktu cukup lama. Ada yang hanya singgah beberapa saat saja. Bahkan ada, seseorang yang hanya kita temui sekali saja dalam hidup ini. Mungkin, pertemuan pertama sekaligus pertemuan terakhir. Kira-kira begitu dengan diri saya :).
Saat menulis postingan ini, saya sedang duduk sendiri di rumah. Hampir tengah malam, tak ada keluarga yang di rumah, hujan gerimis juga mulai turun. Bahkan, rumah depan saya juga kosong. 
Ya, begitulah kehidupan, terkadang orang-orang harus pergi ke tempat lain untuk suatu keperluan.
Baiklah, saya ingin menulis tentang pemandangan di sebelah timur rumah saya. Ada sebuah bejana wudhu, kami menamakannya padasan , dan ada seikat rambutan yang menjuntai dari pohonnya, tepat di samping padasan itu. Saya ingin mengabadikan pemandangan ini dengan menulis sedikit cerita, bahwa seikat rambutan dan sebuah padasan adalah simbol dua generasi. Padasan itu adalah peninggalan kakek dan nenek saya yang telah tiada  sekitar 15 tahun silam. Padasan itu sudah berusia cukup tua. Kira-kira hampir 30 tahun. Sedangkan rambutan itu, baru ditanam oleh ayah saya 2 tahun silam. Kini, sebuah padasan tua dan seikat rambutan berdampingan dengan indah dan memberikan pemandangan klasik setiap saya melongok keluar jendela. Hal ini memberikan pengalaman dalam diri saya, bahwa saya harus mengingat dan mendoakan selalu kakek dan nenek saya, serta menghargai ayah saya yang telah menanam banyak pohon buah di pekarangan kami hingga menciptakan sebuah pemandangan asri dan menyejukkan mata. Seikat rambutan dan sebuah padasan tua,simbol tradisi yang menyatu dengan alam.

No comments:

Post a Comment