Catatan Hati Seorang Guru

Pagi tadi,saat pelajaran Matematika dengan materi pokok Menentukan faktorisasi prima dengan pohon faktor saya menagih PR dari anak-anak saya. Dari 12 anak itu,hanya 4 orang yang mengerjakan. Saya menghukum anak-anak itu untuk mengerjakan PR di luar kelas,di ruang perpustakaan. Sembari mereka mengerjakan,saya menilai pekerjaan 4 siswa saya. Ternyata,dari 4 siswa itu,hanya 2 siswa yang mendapat nilai tuntas KKM. Saya panggil kembali anak-anak kelas V untuk masuk kelas, saya setengah marah, mengapa bisa mereka lupa mengerjakan PR. Saya tanya 8 anak itu satu per satu dengan nada menyelidiki. Saya tanyakan kenapa mereka tidak mengerjakan PR. Alasan klasik yang banyak dikemukakan adalah lupa, tidak tahu kalau ada PR, belajar kemalaman,dll. Saya tatap mereka satu per satu. Tiba-tiba dalam hati saya muncul perasaan iba dan bersalah. Iba saat wajah-wajah polos itu menatap saya dengan memelas. Merasa bersalah karena saya merasa belum dapat menanamkan karakter tanggung jawab padahal telah setahun bersama mereka.
Lalu, saya minta mereka mengerjakan PR itu di papan tulis, dan nyatanya mereka bisa. Mulai tadi, saya lebih menekankan tentang tanggug jawab dan konsekuensi mereka jika lupa mengerjakan PR. Saya coba memberikan PR lagi dengan tulisan pada buku mereka, PR untuk hari Kamis,tanggal dan harinya pun saya tulis. Saya berharap mereka mengejakan tugas rumahnya dengan baik. Saya akan lihat besok.


Dalam hati saya menanyai diri sendiri, lalu ketemulah jawaban-jawaban itu sebagai bentuk refleksi diri. Bahwa saya memang belum menyiapkan diri 100 % untuk mengajar  mereka, saya sering menduakan mereka dengan tugas-tugas lain di luar pembelajaran.
Kesalahan murid tidak mutlak dari diri mereka, tetapi guru pun perlu melakukan refleksi untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya.

No comments:

Post a Comment